Penulis: Wayne Perry
Copyright: ©2008
Jumlah halaman: xvii+530
Cetakan I: 2010
Penerbit: PUSTAKA PELAJAR, Yogyakarta
Harga: Rp
100.000.- BELI
Hampir semua buku tentang terapi bersifat intelektual atau akademik dan
merinci beragam aliran terapi, masing-masing dengan sejarah dan tokoh-tokoh
yang menjadi “bintang”nya. Broderik dan Schrader (1991, h. 34) mengutip Carlos
Sluzki yang menyebut munculnya begitu banyak aliran terapi yang saling bersaing
itu sebagai “Balkanisasi suatu bidang menjadi sektor-sektor yang lebih
didasarkan pada batas-batas politis daripada batas-batas ilmiah.....
Konsekuennya adalah berkembangnya model-model “merek dagang” yang semakin lama
semakin banyak dan semakin meningkatnya percekcokan tentang teknik siapa yang
bisa mencuci paling putih.” Tetapi, Croderick dan Schrader selanjutnya
mengatakan bahwa mereka percaya bahwa masa depan terapi bukan milik salah satu
di antara begitu banyak aliran terapi ini, tetapi lebih pada beberapa bentuk
terapi terintegrasi. Memang, tahun demi tahun perbedaan-perbedaan yang memisahkan
para praktisi klinis tampaknya kian menipis. Para klinisi masih memuji-muji
“bintang-bintang” favorit dunia terapi, namun berpraktik dengan tambal-sulam
berbagai model teoretik.
Bagi mashasiswa pemula masalahnya adalah bahwa hanya ada sedikit sekali
pedoman untuk pelaksanaan hasil integrasi itu. Pengalaman saya sebagai
supervisor terapi mengajarkan bahwa apa yang biasanya terjadi adalah bahwa para
mahasiswa “fly by seat of their pants” (bekerja berdasarkan insting tanpa
didasari pedoman formal atau pengalaman), meraba-raba secuil teknik dari aliran
yang ini, secuil teknik dari aliran yang itu, tanpa pernah memikirkan bagaimana
memadukan semuanya. Hasil bersih dari tambal-sulam tanpa penelaahan semacam ini
adalah bahwa terapi itu terasa dan tampak padu. Klien maupun terapis
bertanya-tanya tentang apa yang telah terjadi. Jika apa yang mereka kerjakan
benar-benar berhasil, sang terapis kemungkinan besar tidak akan bisa mengulang
lagi keberhasilan itu karena ia tidak mempunyai ide yang jelas tentang apa yang
mereka lakukan atau mengapa mereka melakukannya. Mereka tidak mempunyai model
yang baik untuk mengintegrasikan berbagai macam teknik.
Oleh sebab itu, maksud utama kedua buku ini adalah memberikan sebuah model
untuk mengintegrasikan berbagai teknik dari beragam aliran dan perspektif.
Mengingat maksud pertamanya adalah memberikan pedoman “how-to” praktis
(bagaimana caranya) bagi para mahasiswa konseling/terapi profesional, maka buk
ini akan dibatasi pada dasar-dasarnya saja. Nuansa-nuansa subtil dan pengembangan-perngembangan
tingkat lanjut masih harus menunggu buku lain.
Mode Metasistem
Model untuk mengintegrasikan ketrampilan-ketrampilan dasar yang diikuti di
sepanjang buku ini adalah model Metasistem. Namanya cukup deskriptif. “Sistem”
mengacu pada banyak lapisan hubungan di mana kita semua menjadi bagiannya.
“Meta” adalah kata Yunani yang berarti “dengan” atau “berdampingan dengan”
banyak sistem di mana individu menjadi bagian integranya. Ini adalah penerapan
praktis dari apa yang disebut “the Self in the system” oleh Nicols (1987).
Kita adalah bagian dari banyak sistem. Sistem yang pertama tentunya adalah
rahim, dan ia utamanya (kalau tidak dapat dikatakan eksklusif) adalah sebuah
sistem biologis. Setelah lahir kita menjadi bagian sebuah sistem yang disebut
keluarga. Ketika umur kita bertambah, sistem kita meluas ke tetangga, dan setelah
itu ke masyarakat, dan selanjutnya meluas ke negara, bahkan mungkin dunia.
sepanjang perkembangan kita masih tetap individu yang sama, tetapi kita berubah
ketika kita berinteraksi dengan berbagai macam sistem. Interaksi kita
mempengaruhi sistem-sistem di mana kita menjadi bagiannya, persis seperti kita
dipengaruhi oleh mereka. Jadi, premis fundamental dari Model Metasistem adalah
bahwa untuk memahami perilaku, orang harus memahami individu dan sistemnya.
Kewajaran lain yang terkait adalah bahwa semua semua perubahan terjadi di dalam
diri individu. Individu membuat perubahan dan oleh sebab itu mengubah
sistem-sistem di mana ia menjadi bagiannya (Nichols, 1987).
Bahkan mahasiswa konseling/terapi yang paling anyar sekalipun pasti pernah
mendengar bahwa presenting problem (gejala
awal yang memotivasi klien untuk berkonsultasi dengan seorang praktisi) belum
tentu menunjukkan masalah yang sebenarnya. Model Metasistem membantu pemula
untuk menentukan bagian ruang kehidupan yang mana – di depan layar atau di
belakang layar – yang berisi masalah riilnya. Setelah ini ditentukan,
intervensi yang tepat dapat dipilih dengan mudah. Batang tubuh utama buku ini
akan mengembangkan beragam situasi terapeutik dan mendemonstrasikan kapan
sebuah intervensi akan tepat dan alat-alat mana yan bisa diterapkan terapis/konselor untuk menghasilkan perubahan
yang dinginkan
Model Metasistem adalah sebuah model yang dinamis. Karena dilandasi oleh
psikologi Adlerian, model ini mengandaikan kreativitas dan aktivitas manusia.
Manusia membentuk dunianya sebanyak dirinya dibentuk olehnya, dan, idealnya,
proses ini berlanjut paling tidak sampai mati. Pada saat psiopatologi tidak
akan menjadi masalah lagi. Menerapkan model ini dengan cara “mur-dan-baut”
praktis ke berbagai manifestasi psikopatologi menjadi fokus seluruh buku ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
BAGIAN I. HAL-HAL
FUNDAMENTAL
Bab 1. Wawancara Pertama
Bab 2. Keterampilan Menstruktur
Bab 3. Keterampilan Proses
Bab 4. Keterampilan Administratif
Bab 5. Ketrampilan Berpikir Klinis
BAGIAN I. KETERAMPILAN-KETERAMPILAN
KONSELING INDIVIDUAL
Bab 6. Ketrampilan Tefokus-Solusi dan Ketrampilan Mengatasai Masalah
Bab 7. Ketrampilan Terapi Kognitif
Bab 8. Ketrampilan Terapi Perilaku
Bab 9. Ketrampilan Konseling
Mendalam
BAGIAN III.
KETRAMPILAN-KETRAMPILAN KONSELING INTERPERSONAL
Bab 10. Pendekatan Psikoedukasional
Bab 11. Get Them on Their Feet
Bab 12. Mendiagramkan Interaksi
Bab 13. Intervensi Obat dan Alkohol
Bab 14. Menjinakkan Bom
Bab 15. Mengusir Hantu
Bab 16. Langkah-langkah Selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar